Sebelum teknologi telekomunikasi dan informasi berekembang seperti sekarang, sumber pendapatan utama bagi artis (baik band maupun solois) adalah melalui penjualan album dan penggelaran konser. Semakin laris dan berkualitasnya album yang mereka keluarkan, maka semakin banyak pula masyarakat yang membeli album mereka. Semakin laris album tersebut maka semakin dikenal pula si artis tersebut dan lagu-lagunya di telinga masyarakat. Semakin populer artis tersebut, semakin banyak pula masyarakat yang ingin melihat penampilan idolanya secara langsung. Untuk itu, pihak artis melalui manajemennya merasa perlu untuk mengadakan konser langsung dihadapan para penggemarnya. Semakin sering konser digelar akan berujung pada bertambahnya pemasukan bagi artis melalui penjualan tiket, marchendise, dan pemasukan lain sepanjang acara tersebut digelar.
Ring Back Tone
Namun fenomena yang terjadi belakangan ini, (ketika teknologi telekomunikasi dan informasi sudah semakin berkembang) lahirlah sumber pendapatan materi yang ‘baru’ untuk artis, yaitu pendapatan melalui penjualan Ring Back Tone (RBT) atau Nada Sambung Pribadi (NSP). RBT merupakan suatu inovasi dalam bidang industri telekomunikasi yang mengawinkan antara musik dan telekomunikasi. Dengan RBT, penelpon (pihak yang ingin menelpon) tidak sebatas mendengar nada sambung standar yang diberikan oleh pihak operator telepon, tapi juga dapat mendengarkan nada sambung yang umumnya berupa potongan sebuah lagu. Keberadaan RBT adalah respon positif dari pihak industri musik terhadap maraknya kasus pembajakan terhadap ciptaan mereka, dan tentunya respon mereka atas lambatnya ‘gerakan’ pemerintah dalam mengatasi kasus pembajakan atsa ciptaan mereka.
Dalam bidang telekomunikasi seluler ketika RBT belum sepopuler sekarang, lagu-lagu yang diciptakan oleh artis atau pencipta lagu lebih banyak digunakan sebagai Nada Dering Telepon (Ring Tones-Polyphonic). Padahal untuk membuat ring tones, hampir semua orang bisa melakukannya tanpa perlu izin dari pihak artis atau pencipta lagu. Hal ini dikarenakan proses pembuatan ring tones cukup dilakukan dengan merekam master lagu yang diinginkan dilanjutkan dengan merubah format file-nya. Oleh karena itu wajar saja jika si artis atau pencipta lagu yang sudah susah payah membuat suatu lagu merasa jengkel, karena lagu mereka telah disebarluaskan tanpa sepengetahuan mereka apalagi mendapatkan royalti dari penyebarluasan tersebut.
Maka dari itu, keberadaan RBT memang diakui salah satu langkah tepat yang dilakukan baik oleh pihak penyedia jaringan telekomunikasi/operator, pihak artis dan studio rekaman untuk melindungi karya cipta artis dan pencipta lagu terhadap ciptaan mereka dari pembajakan. Meskipun tidak menghapuskan pembajakan, paling tidak diharapkan dapat mengurangi tingkat pembajakan.
Dari segi RBT sebagai sumber pendapatan artis dan pencipta lagu, dalam dua tahun belakangan ini pendapatan melalui RBT adalah suatu fenomena yang luar biasa. Bagaimana tidak, jika kita melihat pada pengunduhan RBT lagu “Kenangan Terindah” buatan Samsons. Lagu ini di-download lebih dari 2,1 juta kali. Dengan estimasi tiap download dikenakan tarif Rp. 8.000,- ,maka pendapatan kotor (gross-income) dari penjualan RBT adalah sebanyak 16,8 M. Suatu angka yang sangat fantastis.
Karena hanya sebatas gross-income, tentunya selain artis dan manajemen artis yang bersangkutan, ada pihak lainnya yang berhak menerima profit-sharing dari keuntungan penjualan musik melalui RBT tersebut. Pihak lainnya dalam hal ini diantaranya, pihak penyedia jasa layanan (operator) dan pihak rekaman juga pasti mendapat pembagian keuntungan dari penjualan RBT. Dari data-data yang dikumpulkan di google menyebutkan bahwa, di negara seperti Amerika Serikat, beberapa negara Eropa dan beberapa negara Asia, maka pembagian yang dianggap paling fair adalah sebagai berikut;
1.Pemilik/pengelola teknologi (dalam hal ini termasuk Telco, Pabrik HP, pengelola satelit dsb) sebesar 50%
2.Negara dari sektor pajak sebesar 15%
3.Pemilik sound recording rights (Label) sebesar 22,5%
4.Kelompok pemilik hak cipta dan lisensinya (song writer, publisher dan collecting society seprti KCI) sebesar 22,5%
5.Pemilik hak terkait (performer rights) yaitu artis penyanyi sebesar 5%
Hal ini sejalan jika kita juga meniliknya dari segi hukum. Menurut Prof. Dr. Agus Sardjono, SH., MH, penjualan musik melalui media RBT erat kaitannya dengan hak-hak yang melekat pada, hak pencipta, hak pelaku, dan hak produser. Hak pelaku yang melekat pada karya rekaman suara berupa RT & RBT adalah hak menggandakan (mechanical rights) dan menyiarkan karya rekaman suara yang bersangkutan. Hak produser (dalam hal ini perusahaan rekaman) yang melekat pada RT & RBT adalah hak menggandakan (mechanical rights). Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta tetap memegang hak mengumumkan karya cipta yang kini berbentuk karya rekaman berupa RT & RBT tersebut
Dari segi popularitas, tentu saja semakin sering suatu lagu di-download sebagai RBT, maka akan menjadikan lagu tersebut menjadi semakin populer di telinga masyarakat. Hal ini tentu akan mengakibatkan semakin terdongkrak pula popularitas si artis yang bersangkutan di mata masyarakat.
Akhirnya bisa disimpulkan bahwa fenomena lahirnya bisnis penjualan musik melalui RBT merupakan suatu ladang bisnis baru yang menguntungkan, baik untuk artis yang bersangkutan, pencipta lagu, produser, masyarakat umum, maupun pemerintah.
Anda
Nov 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar